Pos Timur,
JAKARTA – Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) di bawah kepemimpinan Otto Hasibuan, bersama dengan 12 organisasi advokat lainnya, secara tegas menyatakan dukungan penuh agar Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) segera disahkan oleh DPR RI dan pemerintah pada tahun 2025. Sikap ini diperkuat melalui pembentukan Koalisi Organisasi Advokat Pendukung Pengesahan RUU KUHAP.
Dukungan tersebut disampaikan langsung usai pertemuan dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, pada Senin, 21 Juli 2025. Koalisi ini mendesak agar proses legislasi tidak terhambat dan dapat segera dirampungkan.
"Kami ke DPR ini juga bersama-sama dengan ke-12 organisasi lain, dan membuat satu pernyataan bersama yang pada pokoknya adalah mendesak DPR, agar tidak ragu, tetap bekerja dan menyegerakan, menyelesaikan dan pada tahun 2025 ini mencapai RUU KUHAP melalui rapat paripurna menjadi RUU yang dapat diserahkan kepada pemerintah untuk nanti disahkan," ujar Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, R. Dwiyanto Prihartono.
Antisipasi Upaya Penghambatan
Menurut Dwiyanto, langkah proaktif ini diambil setelah koalisi menerima informasi adanya pihak-pihak yang berupaya menggagalkan atau menghambat pengesahan RUU KUHAP. Ia menduga adanya benturan berbagai kepentingan yang dapat mengancam kelancaran proses legislasi.
"Ketika kita mendengar dan merasa, membaca dan memperoleh informasi bahwa (revisi) KUHAP ini sepertinya akan mengalami hambatan. Dan semuanya ini terjadi karena barangkali banyak sekali kepentingan yang berbenturan," tuturnya.
Oleh karena itu, PERADI bersama organisasi advokat lainnya merasa perlu untuk bersatu dan menyuarakan sikap bersama demi kepentingan penegakan hukum yang lebih baik di masa depan.
Sinkronisasi dengan KUHP Baru dan Penegakan HAM
Alasan utama di balik desakan ini adalah urgensi untuk menyelaraskan hukum acara dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026. Tanpa KUHAP yang baru, penegakan KUHP baru dikhawatirkan tidak akan berjalan optimal.
"Kalau ini dihambat saya tidak bisa memahaminya. Karena KUHP akan berlaku tahun depan 1 Januari. Biar bagaimana pun harus ada sinkronisasi antara KUHP sebagai hukum materiil, dan KUHAP sebagai hukum formil," papar R. Dwiyanto Prihartono, S.H., M.H.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa RUU KUHAP yang baru memuat berbagai pembaruan yang esensial untuk perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses peradilan pidana.
"Sehingga segala sesuatunya dijalankan sesuai tujuan, khususnya terutama menghargai hak asasi manusia (HAM)," imbuhnya.
Dengan adanya dukungan solid dari para praktisi hukum ini, diharapkan DPR dan pemerintah dapat memprioritaskan pembahasan dan segera mengesahkan RUU KUHAP menjadi undang-undang demi terwujudnya sistem peradilan pidana yang modern, adil, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.(rh)